Irvan Irawan Jie
Mastering - Remedial

Musim ulangan sekolah telah tiba. Dahulu ketika saya sekolah, ulangan harian dilakukan setiap dua hari sekali. Sekarang zaman anak saya, sudah berubah. Ulangan dilakukan hanya dalam jangka waktu tertentu. Ketika saya masih sekolah, nilai berapapun dari ulangan tersebut maka itu yang akan dimasukkan ke dalam rapor akhir cawu. Tidak ada istilahnya remedial atau ulangan perbaikan. Sekarang ketika nilai ulangan anak saya jatuh di bawah nilai tertentu, maka dia mendapatkan kesempatan untuk remedial.
Pada zaman saya, karena tidak adanya kesempatan kedua, kami selalu berusaha keras untuk belajar sebaik mungkin. Walaupun hasil saya yang sebaik mungkin itu juga masih menyebabkan rapor saya kebakaran hampir setiap cawunya. Sekarang karena lebih santai, anak saya dapat belajar tanpa tekanan, walaupun kalau nanti nilainya tidak memenuhi standar sekolah yang dia terima hanyalah omelan orang tuanya. Ulangan remedialnya akan membantu dia untuk mendapatkan nilai sesuai dengan standar kelulusan sekolah.
Semua ada plus minusnya. Minusnya dari sistem ulangan zaman sekarang adalah anak-anak jadi lebih menganggap enteng ulangan. Daya juang mereka untuk melakukan yang terbaik tidak lagi dalam ulangan itu sendiri, tetapi perlu di suplemen dari tantangan yang diberikan oleh orang tuanya. Anak saya misalnya, apabila nilainya mencapai seratus maka dia akan mendapatkan hadiah berupa uang jajan tambahan dan apabila sampai remedial maka dia akan kehilangan haknya untuk bermain sampai nilai ulangan remedialnya memuaskan. Plusnya anak saya jadi tahu bidang apa yang dia sukai, tanpa diperhatikan pun dia akan belajar dengan baik dan nilainya menunjukkannya.
Cara hidup anak saya dengan ulangan di sekolahnya juga akan mengajarkan kepada dia bahwa akan ada kesempatan kedua. Sekali lagi ada baiknya dan ada buruknya. Baiknya adalah dia tahu bahwa dalam kegagalan dia dapat bangkit kembali dan memiliki ketahanan diri untuk mencoba lagi. Buruknya adalah bisa saja dia tidak melakukan sebaik-baiknya yang bisa dia lakukan ketika ada kesempatan pertama. Ketika dia dewasa maka dia perlu belajar untuk menyeimbangkannya. Melakukan sebaik-baiknya dalam setiap kesempatan dan ketika gagal dapat melakukannya lagi di kesempatan kedua.
Begitu juga kita, sudahkah kita melakukan apa yang perlu kita lakukan dengan penuh tanggung jawab untuk melakukannya dengan sebaik dan semampu yang kita bisa? Ketika gagal apakah kita dapat dengan siap melakukannya lagi dan mengambil kesempatan baru yang diberikan tanpa di sia-siakan?
To your highest and masterful self,
Irvan Irawan Jie
Neuro-Semantics Trainer
Associate Certified Meta-Coach