Irvan Irawan Jie
Mastering - Death

Secara budaya, imlek adalah saatnya berbahagia. Sejak kecil saya diajarkan bahwa di hari Imlek saya tidak boleh menangis, karena menangis akan mempengaruhi kebahagiaan dalam satu tahun ke depan. Terakhir kali saya menangis ketika Imlek adalah ketika saya bermain bersama dengan sepupu perempuan saya ketika saya mungkin masih berumur sepuluh tahun. Imlek tahun ini kemarin, ada dua berita yang menurut saya kurang baik dan satu berita duka.
Seorang guru kehidupan saya meninggal setelah dua hari di rumah sakit. Prie G.S. kepadanya saya belajar tentang menjadi manusia yang otentik, menulis sastra seni dan juga menjadi pembicara publik yang otentik. Seorang guru yang mengajarkan tentang kehidupan, bagaimana hidup dengan baik supaya ketika meninggal, hidupnya tetap mencerminkan kebaikan yang sudah dibawa ke dunia ini bagi orang-orang yang mengenalnya. Inilah yang kami ingat kemarin malam ketika berdoa bersama untuk kepulangan beliau ke Sang Pencipta.
Pakde Prie, biasa saya memanggilnya adalah orang kedua yang mampu mendeteksi topeng humor yang saya pakai untuk melindungi diri saya dari dikenal secara otentik oleh orang lain. Pertama kali saya bertemu beliau, beliau sudah memanggil saya sebagai seorang guru yang berilmu. Padahal saat itu, saya sedang belajar secara langsung kepada beliau tentang bagaimana caranya berbicara di depan publik. Secara tidak sadar saya tidak percaya diri akan keilmuan yang saya miliki sehingga perlu menutupinya dengan humor. Sebuah momok yang saya miliki sejak bertumbuh dewasa.
Pakde Prie juga yang mengajarkan saya hubungan antara kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Beliau mengajarkan bagaimana menyeimbangkan antara keilmuan, perasaan dan juga pengetahuan tentang iman. Walaupun kami berbeda keyakinan, tetapi beliau mampu membawanya dalam kesamaan yang universal. Pelajaran yang sampai saat ini saya masih merasa "goblok" dan belum mampu memahami sepenuhnya. Bahkan baru saya sadari belakangan bahwa beliau memanggil saya dengan sebutan "Gus," yang menurut adat Jawa diperuntukkan keturunan Kyai.
Sekarang pakde Prie G.S. sudah berpulang, saya hanya bisa belajar dari beliau melalui tulisan dan videonya yang bertebaran di dunia maya. Hidup beliau mencerminkan kehidupan orang baik, sudahkah hidup kita juga sudah mencerminkan hidup yang baik? Bagaimana kita ingin diingat ketika sudah waktunya bagi kita kembali kepada Sang Pencipta?
To your highest and masterful self,
Irvan Irawan Jie
Neuro-Semantics Trainer
Associate Certified Meta-Coach