Irvan Irawan Jie
Mastering - Context

Tinggal di Jakarta berarti menerima keadaan bahwa malam hari pun masih terasa panas. Sebagai seorang yang pernah merasakan panas diatas empat puluh derajat celcius, panas di Jakarta sepertinya masih lebih parah daripada panas padang gurun. Hal ini disebabkan kelembaban yang ada di Jakarta sebagai kota yang berada di pinggir laut. Musim yang paling saya sukai adalah musim gugur, dimana sehari-hari udaranya dingin seperti di puncak, sayangnya sekarang puncak saja sudah dingin dan menginap disana terkadang masih perlu menggunakan AC.
Kalau di puncak saja masih menggunakan AC apalagi di Jakarta. Setiap malam kami tidur dengan menyalakan AC. Istri saya suka sekali menggunakan AC sampai kamar kami terasa seperti musim dingin. Dia sudah terbiasa dari kecil untuk melakukannya. Panasnya Jakarta, tidak mampu mengalahkan keinginan istri saya untuk tidur di musim dingin dalam kamar kami. Karena saya juga tidak suka musim dingin, maka kami tidur di Jakarta yang panas, dalam kamar yang dingin dan saya menggunakan selimut, ironi. Saya menganggap selimut sebagai sebuah solusi dari masalah saya.
Selimut yang saya gunakan sangat baik dalam membantu saya untuk menciptakan rasa hangat. Saking baiknya fungsi selimut ini, terkadang saya merasa kepanasan untuk menggunakannya dan menyibaknya di tengah malam. Alhasil tidak lama kemudian saya kedinginan lagi lalu menggunakannya lagi. Siklus memakai dan menyibak selimut ini bisa terjadi beberapa kali dalam semalam. Selimut yang saya pikir sebagai sebuah solusi ternyata menjadi sebuah masalah juga ketika saya tidak bisa tidur karena kepanasan. Saya hanya menyelesaikan gejala masalahnya saja dan bukan masalah utamanya. Masalah utamanya adalah berkomunikasi dengan istri untuk mengecilkan AC untuk kenyamanan kami berdua.
Selimut bagaikan kemampuan yang kita miliki. Ada tempat dan waktu yang tepat untuk menggunakan kemampuan diri sendiri. Ketika kemampuan dilakukan diluar konteks tempat dan waktu yang tepat maka yang terjadi adalah adanya pemaksaan dalam penggunaannya. Sehebat apapun kemampuan yang dimiliki, apabila tidak tepat penggunaannya maka hasil yang diinginkan tidak akan tercapai. Yang kita selesaikan bisa saja hanya gejalanya tetapi bukan masalah utamanya.
Untuk bisa menyelesaikan masalah utama yang sedang dihadapi, sesekali keluar dari kekang kemampuan yang dimiliki dan melihat keluar akan kemampuan apalagi yang belum dimiliki. Bisa jadi selama ini dibutakan oleh kemampuan yang dimiliki. Karena kemampuan yang dimiliki itu-itu saja, maka kita belum punya kapasitas untuk menyelesaikan masalah utamanya. Ketika kita memegang palu, maka segala masalah terlihat seperti paku.
To your highest and best,
Irvan Irawan Jie
Neuro-Semantics Trainer
Associate Certified Meta-Coach