Actualizing - The Gap
"Daddy, bisa gambarin aku kartun gak? anak perempuan lagi gini..." sambil anak saya yang kecil melebarkan tangannya yang satu ke atas dan yang satu ke bawah sambil mukanya tersenyum menatap ke tangan kanan yang diangkatnya ke atas. Dengan percaya diri saya bilang bisa, dan langsung saya gambar menggunakan aplikasi di smartphone saya. Sesaat sesudahnya gambar itu jadi.
Ketika saya memperlihatkannya kepadanya dia langsung tertawa terbahak-bahak, gambar yang saya gambar jauh sekali dengan bayangan yang dia harapkan. Bahkan saya juga menyadari bahwa gambar yang saya gambar tidak lebih bagus daripada gambar anak saya ketika dia masih berumur tiga tahun. Tidak terlihat sama sekali kartun-kartunnya dan gambarnya jauh juga dibandingkan dengan bayangan saya.
Saya mengira bahwa dengan segala pengalaman saya membaca buku komik Donal Bebek sejak kelas satu SD dan menggambar di papan flipchart ketika membawakan pelatihan sudah cukup untuk menggambar sebuah kartun anak perempuan kecil sedang bergaya. Walaupun di bayangan saya sudah ada gambar yang lucu, indah dan sempurna tetapi tangan saya tidak bisa mengikuti bayangan saya.
Tangan saya dan kemampuan motorik saya belum terlatih dengan baik untuk mengikuti keinginan pikiran saya. Saya ternyata lebih mampu berpikir dan membayangkan daripada benar-benar melakukannya. Apabila ini hanya sekedar gambar, maka urusannya menjadi mudah. Tetapi saya menyadari bahwa ini bukan hanya sekedar gambar, masih banyak kemampuan yang saya pikir saya bisa lakukan dengan sempurna dan baik tapi kenyataannya tidak semudah dan segampang pemikiran saya.
Mempersempit jurang pemisah antara apa yang saya pikir bisa dan benar-benar bisa melakukannya dibutuhkan latihan yang disengaja, kesabaran kepada diri sendiri dan juga kesadaran bahwa memang dibutuhkan waktu untuk bisa walau tidak sesempurna pikiran.
To your highest and actualized self,
Irvan Irawan Jie
Neuro-Semantics Trainer
Associate Certified Meta-Coach